Grebeg Sudiro merupakan salah satu agenda budaya yang disusun oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Solo sejak 2007. Grebeg Sudiro, diperingati 7 hari sebelum Imlek. Acara ini digelar untuk memeriahkan Tahun Baru Imlek dengan menyajikan gunungan dari ribuan kue keranjang yang dikirabkan di sekitar Pasar Gede Solo. Puluhan peserta berbusana tradisional Jawa dan Tionghoa akan mengiringi kirab gunungan dengan membawa lampion. Selain itu, Grebeg Sudiro juga dimeriahkan oleh penampilan liong, barongsai, serta kesenian khas Tionghoa dan Jawa lainnya.

Bentuk gunung memiliki maksud dari masyarakat jawa atas rasa syukur pada sang pencipta.
Dalam grebeg sudiro gunungan disusun dari ribuan kue keranjang, kue khas orang tionghoa saat menyambut imlek.
Gunungan ini diarak disekitar kawasan Sudiroprajan, diikuti pawai dari kesenian Tionghoa dan Jawa. Dari kesenian barongsai, tarian, pakaian tradisional, adat keraton sampai kesenian kontemporer akan digelar di sepanjang jalan kawasan Sudiroprajan. Arak-arakan akan berhenti di depan Klenteng Tien Kok Sie di depan Pasar Gede.

.
Perayaan berakhir dengan dinyalakannya lentera atau lampion berbentuk teko yang digantung di atas pintu gerbang Pasar Gede, penyalaan ini juga diikuti penyalaan lampion ditempat-tempat lain.
Sejarah Grebeg Sudiro Sudiroprajan adalah sebuah kelurahan di kecamatan Jebres di Kota Solo. Di kawasan ini warga China peranakan sudah puluhan tahun menetap
dan berdampingan dengan masyarakat jawa. Seiring waktu, diantara kedua etnis ini terjadi perkawinan campuran dan menciptakan generasi baru. Untuk menunjukkan akulturasi ini mereka membuat tradisi baru.
Meskipun bukan perayaan dari masa lalu, tapi perayaan ini merupakan pengembangan tradisi yang telah ada sebelumnya, Buk Teko. Buk teko (dari kata buk tempat duduk dari semen di tepi jembatan atau di depan rumah, sedangkan kata teko ialah poci, tempat air teh) adalah tradisi syukuran menjelang imlek dan sudah dirayakan semenjak Sampeyan Dalem Ingkang Sinuhun Kanjeng Susuhunan Paku Buwono X (1893-1939).
Grebeg sudiro telah berkembang menjadi dialog elegan antara etnis Tionghoa dan Jawa hingga saat ini.

Bentuk gunung memiliki maksud dari masyarakat jawa atas rasa syukur pada sang pencipta.
Dalam grebeg sudiro gunungan disusun dari ribuan kue keranjang, kue khas orang tionghoa saat menyambut imlek.
Gunungan ini diarak disekitar kawasan Sudiroprajan, diikuti pawai dari kesenian Tionghoa dan Jawa. Dari kesenian barongsai, tarian, pakaian tradisional, adat keraton sampai kesenian kontemporer akan digelar di sepanjang jalan kawasan Sudiroprajan. Arak-arakan akan berhenti di depan Klenteng Tien Kok Sie di depan Pasar Gede.

.
Perayaan berakhir dengan dinyalakannya lentera atau lampion berbentuk teko yang digantung di atas pintu gerbang Pasar Gede, penyalaan ini juga diikuti penyalaan lampion ditempat-tempat lain.
Sejarah Grebeg Sudiro Sudiroprajan adalah sebuah kelurahan di kecamatan Jebres di Kota Solo. Di kawasan ini warga China peranakan sudah puluhan tahun menetap
dan berdampingan dengan masyarakat jawa. Seiring waktu, diantara kedua etnis ini terjadi perkawinan campuran dan menciptakan generasi baru. Untuk menunjukkan akulturasi ini mereka membuat tradisi baru.
Meskipun bukan perayaan dari masa lalu, tapi perayaan ini merupakan pengembangan tradisi yang telah ada sebelumnya, Buk Teko. Buk teko (dari kata buk tempat duduk dari semen di tepi jembatan atau di depan rumah, sedangkan kata teko ialah poci, tempat air teh) adalah tradisi syukuran menjelang imlek dan sudah dirayakan semenjak Sampeyan Dalem Ingkang Sinuhun Kanjeng Susuhunan Paku Buwono X (1893-1939).
Grebeg sudiro telah berkembang menjadi dialog elegan antara etnis Tionghoa dan Jawa hingga saat ini.
Published with Blogger-droid v2.0.6
0 comments:
Terimakasih Telah Berkomentar